Lahir didataran tinggi Gayo, Takengon Aceh Tengah 05 Juli 1973. Sarjana Komunikasi Dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang juga pernah mampir di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta selama dua semester. Alumni Master of Art disalah satu perguruan tinggi ternama di Medan ini di samping menulis puisi, esai juga menulis berita, cerpen, novel, naskah drama dan Teater. Mantan Ketua II Himpunan Sastrawan Muda Indonesia (HISMI), Ketua Sanggar Seni Lungun Ikatan Pemuda Dan Mahasiswa Lut Tawar Yogyakarta (IPEMAHLUTYO) dan Sanggar Seni Meukuta Alam Yogyakarta (1995-1998). Ia juga menjabat sebagai Ketua litbang Dewan Kesenian Takengon (DEKATE) selama tiga periode 2001-2010.
Salman Yoga S tercatat sebagai Sastrawan Muda Nasional dari dataran tinggi Gayo, namanya terabadikan dalam buku “Leksikon Susastra Indonesia” Korri Layun Rampan, ed (Balai Pustaka Jakarta, 2000) serta dalam “Buku Pintar Sastra Indonesia” yang ditulis oleh Pamusuk Enenste (Kompas Group, 2001). Sebagian karya-karyanya berupa artikel, esai, puisi, cerpen dan novel telah dipublikasikan di berbagai media terbitan pusat dan daerah.
Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Sajak-Sajak Rindu” (KKSBMIY,1995) dan novel “Tungku” (Banda Aceh, Aneuk Meulieng, 2006). Selain itu terhimpun juga dalam 24 buku antologi bersama: ”Percikan Tawar Danau Laut Tawar” (stensilan, 1998), ”Gendewa” (HISMI, 1999), ”Aceh Mendesah Dalam Nafasku”, (Kasuha, 1999), ”Pasar Kembang” (KSI UGM, 2000), ”Embun Tajali” Festifal Kesenian Yogyakarta (FKY XIII, 2000), ”Antologi Puisi Dan Geguritan” (Dewan Kesenian Sleman Yogyakarta, 2000), “Jakarta Dalam Puisi Mutakhir” ed. Korri Layun Rampan (Dinas Kebudayaan Jakarta, 2000), ”Dalam Beku Waktu“ (Koalisi NGO HAM Aceh dan ICCO, 2002), “Takdir-Takdir Fansuri” Dewan Kesenian Banda Aceh (DKB, 2002), “Selama Rencong Adalah Tanda Mata” (Koalisi NGO HAM Aceh dan CSSP, 2002), “Jurnal Titik Tolak” (Tikar Pandan, 2004), “Maha Duka Aceh” (PDS HB Jassin, 2005), “8-9 Lalu Tsunami” (Panitia Aceh Bangkit, 2005), “Syair Tsunami” (Balai Pustaka, 2006), “Lagu Kelu” (ASA & Japan-Aceh Net Tokyo, 2005), “Ziarah Ombak” (Institute for Culture and Sociaty, 2005), “Kado Perkawinan” (Analisa, 2008), “Leksikon Susastra Aceh” (Dewan Kesenian Banda Aceh, 2008), “Ensiklopedi Budaya, Sastra dan Hikayat Aceh” (YMAJ, 2008), “Kutaraja Banda Aceh” (ASA, 2008), “Ensiklopedi Aceh, Musik, Tari, Teater, dan Seni Rupa” (YMAJ & Badan Arsip dan Pustaka Aceh, 2009), “Krueng Aceh” (Mata I Publishing & Panitia PKA-5, 2009) .
Tahun 2006 novelnya yang berjudul “Tungku” keluar sebagai juara pertama dalam sayembara penulisan novel perdamaian Aceh. Sementara itu novel lainnya yang berjudul “Eksekusi di Kampung Gerunte” dimuat bersambung pada Harian Umum Analisa Medan. Bulan Agustus 2007 meraih penghargaan Anugrah Sastra Satya Lencana Sarata Kata dari Pemerintah Aceh, atas kiprah dan dedikasinya dalam kepenulisan sastra dan kebubudayaan.
Karyanya dalam bentuk album kaset baca puisi “Langitpun Mulai Merapat” (KKSBMIY,1997), “Mencintai Aceh Dengan Asap Ganja” (Misty Studio Yogyakarta, 1999). Sedang karyanya dalam bentuk visual baca puisi terangkum dalam “BELBES” (DEKATe, 2003) dan Vcd “Ceh Kucak Gajah Putih” (YGP Takengon 2004) serta album kaset “Gayo Etnik Akustik” (STAI Gajah Putih, 2006).
Diantara naskah teaternya adalah: “Aku Memanggilmu Ine” dipentaskan di Gedung Purna Budaya Yogyakarta 1999, Taman Budaya Banda Aceh 2000 dan Gedung Olah Seni Takengon 2001. “Kami Rindu Aman” dipentaskan di Taman Budaya Banda Aceh 2002. “Tungku” dipentaskan di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marjuki (TIM) Jakarta, Gedung Sociatet Yogyakarta dan Gedung RRI Jakarta 2003. Naskah monolog dengan judul “ W i h ” diusung pada even Pesta Monolog Nasional oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 11-19 Mei 2005, naskah “Kembali Ke Tungku” dipentaskan di tiga kota atas dukungan Aceh Culture Institute (ACI) dan World Bank 2006. Naskah “Qisas Para Meurah” dipentaskan dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA ke-5) 2009 di Banda Aceh dan keluar sebagai juara pertama.
Saat ini memilih menetap dan mengabdi di tanah leluhurnya, selain bertani kopi dan memelihara kuda pacuan ia juga mengajar di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh serta beberapa Perguruan Tinggi Sawasta lainnya sekaligus menjabat sebagai direktur lembaga Gayo Institute (GoIn) Aceh. Tinggal di Kampung Asir-Asir Atas Gg. Pungkih No. 70 Takengon-Aceh Tengah. Email: salmanyoga@yahoo.co.id
Salman Yoga S tercatat sebagai Sastrawan Muda Nasional dari dataran tinggi Gayo, namanya terabadikan dalam buku “Leksikon Susastra Indonesia” Korri Layun Rampan, ed (Balai Pustaka Jakarta, 2000) serta dalam “Buku Pintar Sastra Indonesia” yang ditulis oleh Pamusuk Enenste (Kompas Group, 2001). Sebagian karya-karyanya berupa artikel, esai, puisi, cerpen dan novel telah dipublikasikan di berbagai media terbitan pusat dan daerah.
Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Sajak-Sajak Rindu” (KKSBMIY,1995) dan novel “Tungku” (Banda Aceh, Aneuk Meulieng, 2006). Selain itu terhimpun juga dalam 24 buku antologi bersama: ”Percikan Tawar Danau Laut Tawar” (stensilan, 1998), ”Gendewa” (HISMI, 1999), ”Aceh Mendesah Dalam Nafasku”, (Kasuha, 1999), ”Pasar Kembang” (KSI UGM, 2000), ”Embun Tajali” Festifal Kesenian Yogyakarta (FKY XIII, 2000), ”Antologi Puisi Dan Geguritan” (Dewan Kesenian Sleman Yogyakarta, 2000), “Jakarta Dalam Puisi Mutakhir” ed. Korri Layun Rampan (Dinas Kebudayaan Jakarta, 2000), ”Dalam Beku Waktu“ (Koalisi NGO HAM Aceh dan ICCO, 2002), “Takdir-Takdir Fansuri” Dewan Kesenian Banda Aceh (DKB, 2002), “Selama Rencong Adalah Tanda Mata” (Koalisi NGO HAM Aceh dan CSSP, 2002), “Jurnal Titik Tolak” (Tikar Pandan, 2004), “Maha Duka Aceh” (PDS HB Jassin, 2005), “8-9 Lalu Tsunami” (Panitia Aceh Bangkit, 2005), “Syair Tsunami” (Balai Pustaka, 2006), “Lagu Kelu” (ASA & Japan-Aceh Net Tokyo, 2005), “Ziarah Ombak” (Institute for Culture and Sociaty, 2005), “Kado Perkawinan” (Analisa, 2008), “Leksikon Susastra Aceh” (Dewan Kesenian Banda Aceh, 2008), “Ensiklopedi Budaya, Sastra dan Hikayat Aceh” (YMAJ, 2008), “Kutaraja Banda Aceh” (ASA, 2008), “Ensiklopedi Aceh, Musik, Tari, Teater, dan Seni Rupa” (YMAJ & Badan Arsip dan Pustaka Aceh, 2009), “Krueng Aceh” (Mata I Publishing & Panitia PKA-5, 2009) .
Tahun 2006 novelnya yang berjudul “Tungku” keluar sebagai juara pertama dalam sayembara penulisan novel perdamaian Aceh. Sementara itu novel lainnya yang berjudul “Eksekusi di Kampung Gerunte” dimuat bersambung pada Harian Umum Analisa Medan. Bulan Agustus 2007 meraih penghargaan Anugrah Sastra Satya Lencana Sarata Kata dari Pemerintah Aceh, atas kiprah dan dedikasinya dalam kepenulisan sastra dan kebubudayaan.
Karyanya dalam bentuk album kaset baca puisi “Langitpun Mulai Merapat” (KKSBMIY,1997), “Mencintai Aceh Dengan Asap Ganja” (Misty Studio Yogyakarta, 1999). Sedang karyanya dalam bentuk visual baca puisi terangkum dalam “BELBES” (DEKATe, 2003) dan Vcd “Ceh Kucak Gajah Putih” (YGP Takengon 2004) serta album kaset “Gayo Etnik Akustik” (STAI Gajah Putih, 2006).
Diantara naskah teaternya adalah: “Aku Memanggilmu Ine” dipentaskan di Gedung Purna Budaya Yogyakarta 1999, Taman Budaya Banda Aceh 2000 dan Gedung Olah Seni Takengon 2001. “Kami Rindu Aman” dipentaskan di Taman Budaya Banda Aceh 2002. “Tungku” dipentaskan di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marjuki (TIM) Jakarta, Gedung Sociatet Yogyakarta dan Gedung RRI Jakarta 2003. Naskah monolog dengan judul “ W i h ” diusung pada even Pesta Monolog Nasional oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 11-19 Mei 2005, naskah “Kembali Ke Tungku” dipentaskan di tiga kota atas dukungan Aceh Culture Institute (ACI) dan World Bank 2006. Naskah “Qisas Para Meurah” dipentaskan dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA ke-5) 2009 di Banda Aceh dan keluar sebagai juara pertama.
Saat ini memilih menetap dan mengabdi di tanah leluhurnya, selain bertani kopi dan memelihara kuda pacuan ia juga mengajar di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh serta beberapa Perguruan Tinggi Sawasta lainnya sekaligus menjabat sebagai direktur lembaga Gayo Institute (GoIn) Aceh. Tinggal di Kampung Asir-Asir Atas Gg. Pungkih No. 70 Takengon-Aceh Tengah. Email: salmanyoga@yahoo.co.id
KULAMAR KAMU MENJADI ISTRI
Bagi : Lussi Setiowati.
Dengan kesahajaan dan kesederhanaan lelaki bumi
aku datang dari prosesing hari-hari yang saling menggali
kulamar kamu perempuanku menjadi istri
sebagai rahmat dan rizki
menjadi penggalan dari cintaNya
menjadi baju dan selimut dalam mengarungi melodia zaman
menjadi peneduh dan kedamaian
kupilih kamu satu-satunya dari sekian pilihan yang terpilih
untuk bersama-sama menjinakkan kemarau dan hujan
Kulamar kamu perempuanku menjadi makmum dalam shalat-shalat kehidupan
dengan puisi, dengan kebenaran rasa dari istikharah malam yang senyap
kulamar kamu untuk mengamini setiap do’a- do’aku
kulamar kamu untuk timbunan besar dan iringan panjangku
menyemai dan mengasuh putra putri masa
Kulamar kamu dengan lima belas gram kunis emas
dari tetesan keringat matahari yang kutampung menjadi samudra
untuk mengaliri, mengisi dan mewarnai semesta
kulamar kamu untuk pertama bagi selamanya
IJAB QABUL 2
kuterima nikahnya
dengan mengajar membaca dan nalar rasa
kuterima nikahnya dengan tujuh belas judul puisi yang tersimpan di langit
dengan dua puluh lima judul puisi lainnya yang menggantung dan
mengandung gemuruh
kuterima perwalian nikahnya dengan dua bapak dan dua ibu
dengan dapur dan ruang makan yang gelisah
dengan bisikan sekaligus teriakan yang berhadapan dengan kesabaran
kuterima hukum nikahnya
dengan keadilan putaran siang dan malam
dengan gelora padang menumbuhkan rerumputan
kuterima timbunan besarmu yang akan melahirkan matahari
bagi lumbung tempat kembali
untuk iringan panjangku mejejak semesta
membesarkan kehidupan
kuterima nikahnya untuk hasrat dan kedamaian
bagi jiwa pengembara
SAJAK AMAN MAYAK 1*
( Pengantin pagi )
pertapaan telah turun
mengulum desah dan peluh merangkul bulan dan memadamkan matahari
urat-urat syaraf telah direnggangkan
menantang kesombongan malam
terasa,
siang menjadi lama dan panjang
malam menjadi begitu singkat menenun
setiap pertemuan seperti kerinduan bertahun tahun
penuh dendam
rebahkan kepala di bahuku dengan sahaja
agar setiap kelelahan menjadi lebih berarti
agar setiap kehangatan menjadi abadi
sebab perjalanan kita,
baru saja dimulai
Catatan :
Aman Mayak : Pengantin Laki-laki
PADA LINGKARAN TARI GUEL
masih pada teriakan yang sama ketika kain ulen-ulen itu menjadi cahaya
mengibaskan debu di tanah dan udara
gerak selingkar alam mengulum rimba
“maaf langit yang kujunjung, permisi bumi yang kujejak”
tapi siapa yang telah mendurhakai telapak kaki dan ubun-ubun kepala
hingga setiap tarian kunikmati takberdaya
hingga hentakan bahu melenggangkan tak menggemulaikan rasa
hingga tari guel kian tak bernyawa
belantarakah genderang
sampai kerontang tak merindukan hujan
gersangkah seruling dan tepukan mantra
sampai hantupun tak lagi menggila jiwa
pada lingkaran tari guel kusaksikan muncratnya ketakutan
seperti pemberontakan Malem Dewa
menyerukan manusia
2007
Catatan :
Tari Guel : Tarian mistis Gayo yang diangkat dari sejarah Gajah Putih yang
dipersembahkan untuk raja Aceh pada tahun 511
Ulen-Ulen : Kain selebar sat kali dua meter yang dipenuhi sulaman relief Gayo,
digunakan sebagai proferti utama dalam tari Guel
BERGURU KEPADA IBU
Berguru kepada ibu, segala hidup memanjakan rindu
bayi-bayi berlari bersenda mengusung cerianya
bernyala khusuk menyusui masa
Berguru kepada ibu disana segala kebencian dan puja pasrah
air dan udara yang penuh cinta, menerima dan memberi dengan atau tanpa diminta
ia segala puncak ketabahan
surga dari segala kebaikan dan keburukan
doa yang ditolak dan diijabah khaliknya
sebagai kitab suci dan penganut setia
Berguru kepada ibu
tempat tertanam dan tumbuhnya segala rindu
awal bahasa dan sentuhan tuhan
Berguru kepada ibu
memberi dan merangkum restu sebagai maha rindu
BANDA ACEH
Bulan di atas Banda Aceh
tenang riak seperti mengandung keruh
malu mengapung lalu mengendap di dasar
suara galau meringis tertahan dan menggumpal di didada
sesak merangkum keatabahan para hamba
rasa memuncak dan merayap ketanah
seperti bara, asap mengepul mencari kebebasan udara
Harapan dan janji terukir jelas dalam naskah mou
terukur waktu terhasta asa
lima tahun tak beramanah maka sejarah akan mengulang kisah DI/TII
dimana kertas dan orasi tak berarti apa-apa
selain darah dan sedu sedan
Bulan di atas Banda Aceh
segenap shaf mengaminkan do’a-do’a
SAJAK PETIKAN GITAR DI TENGAH BELANTARA
Seperti menghitung bilangan prima
Satu-satu kau petikkan senar gitar itu
Lahirkan aku dengan nama dan jalan baru
Dan pembunuhan luka di telinga halaman
Suara itu seperti mawar dan angin bunga renggali senja
Mengalun menggelitik batin untuk tersenyum mekar
: bahwa hidup juga adalah fartitur
Tinggi rendah mengulang-ulang
Membuat peraduan menjadi indah berirama
Seperti kehidupan yang tak pernah selesai untuk dibaca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar